October 14, 2015

Garuda Indonesia dan Nostalgia Masa Kecil


Masih jelas saya mengingat ketika masih kecil, naik pesawat adalah salah satu impian besar saya dalam hidup. Bunyi pesawat selalu menjadi pembangkit semangat saya dan anak-anak kampung, kami akan berhamburan keluar rumah dan melambaikan tangan sambil teriak sekuat tenaga. Pernah suatu malam saat saya masih berstatus murid kelas 3 SD di sebuah sekolah yang tidak begitu diperhitungkan, di sebuah kampung kecil di Kepulauan Riau, saya duduk sendiri di teras setelah adu mulut dengan adik. Pastilah karena masalah murahan karena saya tidak bisa mengingatnya sekarang. Saya duduk sambil sesekali mengusap air mata yang lewat di pipi. Ah, pastilah saat itu rasanya seperti di sinetron. Ditemani suara jangkrik dan bunyi angin malam yang saya sukai. 

Di tengah-tengah pikiran yang berkecamuk, tiba-tiba sebuah pesawat melintas tepat di atas kepala saya. Tentu jaraknya sangat jauh, tapi kepala saya harus mendongak lurus ke langit untuk menemukan sebuah benda kecil dengan lampu kerlap-kerlip melintas membelah langit malam yang bertabur bintang. Meskipun saya lupa dengan detail kejadian malam itu, namun sepotong momen ini masih terekam jelas di benak saya. Seketika saya merasa sangat beruntung, karena pemandangan seperti itu adalah kali pertama saya lihat. Pesawat yang melintasi langit malam bertabur bintang. Bahkan beberapa menit setelah pesawat itu hilang dari pandangan dan suara di sekeliling saya kembali diisi hanya oleh jangkrik dan semilir angin, saya masih tersenyum. Rasa seperti berada dalam sinetron, jadi naik pangkat ke layar lebar. 

Beranjak dewasa, tepat 9 tahun kemudian, saya akhirnya mencicipi bagaimana rasanya berada di dalam mesin terbang membelah awan. Maskapai berwarna oren hijau yang sudah lama tak beroperasi tersebut membawa saya terbang dari Padang - Surabaya dengan transit Jakarta. Sepanjang perjalanan, tangan saya tak henti-hentinya memotret apapun yang saya temukan. Awan dengan berbagai bentuk, langit biru, jendela pesawat, roti yang disuguhkan pramugari, seorang pramugara tampan, manual dan majalah pesawat yang terselip di depan kursi, dan tentu tidak ada satupun selfie karena waktu itu belum mainstream. 

Sepanjang masa kuliah saya di Surabaya, pesawat adalah satu-satunya pilihan transportasi pulang kampung yang cukup aman dibanding bus atau kapal laut. Alhamdulillah orang tua saya diberi rezeki yang cukup untuk mengongkosi perjalanan saya setiap liburan semester. Hampir semua maskapai domestik sudah pernah saya coba, mulai dari Adam, Lion, Sriwijaya, Batavia, Air Asia, dan internasional menggunakan KLM. Kemewahan KLM membuat saya ingin mencicipi Garuda, maskapai nomor wahid di Indonesia, namun apa daya jangkauan dompet tak pernah sampai. 


Agustus 2014 lalu, berkat usaha dan doa ditambah faktor keberuntungan, saya akhirnya diberikan kesempatan oleh Allah menaiki maskapai tersebut. Perjalanan PP Padang - Bali menggunakan Garuda Indonesia adalah perjalanan udara yang paling berkesan bagi saya. Berikut beberapa faktor yang meyakinkan saya bahwa Garuda Indonesia memang berhak saya beri status sebagai maskapai terbaik (dalam lingkup pengalaman saya yang masih tergolong sempit, tentunya).


Ketepatan waktu
No delay. Bahkan setiap transit saya tidak perlu duduk berlama-lama menunggu penerbangan berikutnya. Ini adalah faktor yang paling menentukan kualitas manajemen waktu tim maskapai. Orang-orang dibalik kesibukan operasional Garuda pastilah mereka yang sudah memiliki pengalaman matang dalam bidangnya. 

On board service
Makanan: Karena maskapai domestik lainnya tidak ada yang menyediakan makanan, maka saat check in saya tidak terbiasa meninggalkan informasi apa-apa selain isle/window seat. Maka pada saat di pesawat, saya diberi makanan non-vegetarian yang rasanya cukup lezat. Untuk penerbangan balik Bali - Padang, saya request vegetarian dan ternyata juga enak! Well, dibanding KLM masih jauh sih. KLM menyediakan rendang untuk non-veg (yang rasanya lebih enak daripada rendang di restoran Padang favorit saya) dan salad buah untuk veg, dengan variasi buah yang benar-benar menggiurkan dan sedap dipandang mata. Semoga kedepannya Garuda bisa lebih baik lagi dalam hal ini.

Pramugara/i: Satu hal yang dari dulu paling menarik bagi saya adalah, semakin bagus kualitas maskapai, semakin sopan pakain pramugarinya. Keramahan pelayanan on board Garuda saya acungi 8 jempol (pinjam 4 jempol suami).


Entertainment: Sejak semester 3, hampir setiap kali saya naik pesawat, saya selalu tertidur pulas dan hanya terbangun karena kaget ketika pesawat landing. Hal ini ternyata tidak terjadi saat saya on board di KLM dan Garuda! Hehe... Apalagi kalau bukan karena pengalaman ini terasa baru. Pilihan hiburan di pesawat juga beragam dan tidak membuat bosan. 

Bagasi
Salah satu hal yang membuat saya agak malas bepergian naik pesawat adalah baggage claim dan keawetan barang yang masuk bagasi. Setiap koper yang saya masukkan ke bagasi pasti rusak, sobek, bahkan sempat rodanya hilang. Masalah yang satu ini benar-benar menjengkelkan. Sebagai mahasiswa yang pulang hanya 1x5 bulan, tentu barang bawaan selalu banyak. Penggunaan koper tidak bisa dihiindari. Untungnya, pelayanan di Garuda ternyata tidak mengecewakan. Koper saya awet, hanya sedikit goresan wajar. Menunggu baggage claim juga tidak lama (tergantung letak koper kita dimana). Pokoknya setiap saya turun dari pesawat dan memulai penantian klaim bagasi, paling-paling hanya menghabiskan waktu sekitar 10 menit untuk melihat papan bagasi mulai berjalan.  

Overall service
Dibandingkan maskapai domestik lain, Garuda Indonesia layak diberi bintang 4.7 out of 5. Jikalau rezeki saya lebih baik, mungkin kemana-mana saya pasti memilih Garuda sebagai "pengantar" saya ke tujuan. Harga tiket saya rasa cukup sepadan dengan kualitas yang diberikan. Like what they always said, no money no quality. Or something like that. I'm not quite sure how they put it. 

No comments: