July 03, 2021

Tentang 'Miswanting'

Barusan saya membaca sebuah tulisan di CNBC(dot)com tentang sebuah kelas populer di Yale yang berjudul The Science of Well-Being. Artinya kira-kira Sains Kebahagiaan. Kelas tersebut diisi oleh seorang profesor psikologi dan sains kognitif bernama Laurie Santos tentang hal-hal yang kita inginkan dalam hidup yang belum tentu membuat kita bahagia, seperti yang kita bayangkan sebelum mendapatkannya.


Miswanting secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah ide di mana manusia seringkali salah memprediksi sebahagia apa mereka setelah memiliki sesuatu di masa depan (how much they’ll enjoy something in the future). Saya belum mengikuti kelasnya, dan berencana nanti setelah waktu agak lapang akan ikut. Dalam tulisan tersebut, yang ditulis oleh Dave Schools, salah satu hal yang sering jadi miswanting oleh manusia adalah, tidak lain dan bukan, uang.

Santor mengatakan: "Money doesn’t increase happiness in the way that we think. Our minds are lying to us about how much of an impact extra cash will have on our happiness.” (Uang tidak menambah kebahagiaan dengan cara yang kita pikirkan. Pikiran kita membohongi diri kita sendiri dengan menganggap bahwa lebih banyak uang adalah jawabannya).

September 13, 2020

Sunday Senses

Seeing: green paddy fields as far as my eyes could see and three mountains walling this city. It just rained. The air has been freezing. Even the oil in my kitchen turned to white! But what I see now… Man, it’s really something.

Drinking: a cup of saffron tea.

Feeling: everything. Honestly, I’m losing words to explain how I feel. Sometimes it gets overwhelming but I know it’s just my body (hormones) trying to trick my mind.


Missing: a long heartfelt talk with a good friend who lives worlds away. Distance is the funniest thing, don’t you think? Someone could feel like they’re a million miles away while they’re standing right next to you, yet you could feel the warm skin of someone you never even see in person.

Loving: lately I and my daughter are into anatomy. I try my best to teach her practical knowledge and skills in hope to spark her curiosity. She’s not that interested in reading yet, but loves math and how the body and brain works. Sounds so serious, doesn’t it? In reality, it’s just mostly role play.

June 26, 2019

Living with Hyperthyroidism: My Past, Finding Out, Symptoms, Cause, and Diet

Four years ago.
I married the love of my life. I weighed 70 kg. I got pregnant after two months and by the end of my pregnancy, my weight was 85 kg.

Three years ago.
I got to kiss my first child who had been living in my belly for 9 consecutive months. I lost 15 kg and came back to my original weight. I kept losing weight but I thought it was perfectly normal for a breastfeeding mother, as everyone told me so. I was weighed when my baby was one year-old.

Two years ago.
I lost 15 kgs in 10 days because I ate something I wasn’t allowed to eat with empty stomach. I was in my worst shape, weighing less than 45 kgs. With 158 cm height, I looked so tiny and fragile. I had no idea when I started to grow hyperthyroidism but since two years ago, I have been struggling with weight and health problems.

I used to be active. I jogged almost every morning. I was a hiker and a traveller. I climbed mountains. I went cities and abroad backpacking. There was nothing that could stop me in terms of physical ability. Becoming so weak in only 10 days didn’t make sense to me except only because of my weight loss. Domestic work was exhausting and it took the whole day to finish everything.

I also grew angrier. I was angry at myself for being so tired all the time. I was irritated at small daily problems. I hated people who looked down on me for being so tiny and weak. I couldn’t focus on one thing and I was so easily distracted. So, I lost my two favorite jobs.

May 24, 2019

when life gives you lemon, throw a party


Lemonade party special recipe:
1 lemon
A jar of sugar
2 lt of water
A gallon of nonsense

October 14, 2015

Garuda Indonesia dan Nostalgia Masa Kecil


Masih jelas saya mengingat ketika masih kecil, naik pesawat adalah salah satu impian besar saya dalam hidup. Bunyi pesawat selalu menjadi pembangkit semangat saya dan anak-anak kampung, kami akan berhamburan keluar rumah dan melambaikan tangan sambil teriak sekuat tenaga. Pernah suatu malam saat saya masih berstatus murid kelas 3 SD di sebuah sekolah yang tidak begitu diperhitungkan, di sebuah kampung kecil di Kepulauan Riau, saya duduk sendiri di teras setelah adu mulut dengan adik. Pastilah karena masalah murahan karena saya tidak bisa mengingatnya sekarang. Saya duduk sambil sesekali mengusap air mata yang lewat di pipi. Ah, pastilah saat itu rasanya seperti di sinetron. Ditemani suara jangkrik dan bunyi angin malam yang saya sukai. 

Di tengah-tengah pikiran yang berkecamuk, tiba-tiba sebuah pesawat melintas tepat di atas kepala saya. Tentu jaraknya sangat jauh, tapi kepala saya harus mendongak lurus ke langit untuk menemukan sebuah benda kecil dengan lampu kerlap-kerlip melintas membelah langit malam yang bertabur bintang. Meskipun saya lupa dengan detail kejadian malam itu, namun sepotong momen ini masih terekam jelas di benak saya. Seketika saya merasa sangat beruntung, karena pemandangan seperti itu adalah kali pertama saya lihat. Pesawat yang melintasi langit malam bertabur bintang. Bahkan beberapa menit setelah pesawat itu hilang dari pandangan dan suara di sekeliling saya kembali diisi hanya oleh jangkrik dan semilir angin, saya masih tersenyum. Rasa seperti berada dalam sinetron, jadi naik pangkat ke layar lebar.